Kamis, 14 Maret 2013

makalah tentang tata usaha



Makalah Tata Usaha,  Tata usaha  adalah tempat/gedung atau ruangan yang digunakan untuk melakukan pekerjaan tulis menulis dan dilengkapi dengan fasitilas penunjang. Tata Usaha

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang.
Selama ini adminitasi hanya dipandang sebagai kegiatan tulismenulis belaka pandangan orang demikian ini tentu bukan tidak beralasan. Secara phisik kegiatan admninistasi memang banyak didominasi dalam kegiatan tulis menulis, baik menggunakan tangan, alat tulis, mesin ketik atau komputer. padahal banyak teori yang mengatakan kegiatan administrasi lebih dari pada itu. Bahkan ada yang lebih keterlaluan lagi bahwa administrasi hanya dipandang sebagai kegiatan pendukung saja dalam melengkapai kegiatan yang ada di lapangan

Tidak semuanya pandangan demikian itu benar. Kegiatan administrasi atau tulis-menulis atau lebih dikenal dengan ketata usahaan di sebuah lembaga mempunyai out put yang sangat penting, terkait di berbagai bidang, baik hukum, sosial maupun ekonomi dan lain-lain, sehingga tidak bisa dipandang kurang penting fungsinya. Lebih-lebih produk administrasi yang berupa dokumen seperti Ijazah, Sertifikat dansurat-surat penting lainnya akan mempunyai nilai tinggi sekali di mata hukum, jika akurasi isinya dijamin benar.
Oleh karena itu keakuratan data administrasi menunutut kejujuran dan kedisiplinan baik pelaksana maupun pengelolanya, karena produk administrasi yang demikian ini biasanya digunakan untuk memperkuat bukti-bukti hukum.
Dalam bidang pendidikan, kebutuhan informasi mulai tentang data lembaga, sarana kurikulum sampai dengan data asal dan kondisi ekonomi siswa, banyak ditanyakan baik oleh perorangan maupun lembaga-lembaga pemerintah dan swasta.
Dalam rangka memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat umum, tentu hal ini menjadi tantangan bagipara pemikir administrasi pendidikan untuk menciptakan format data administras
pendidikan dan sistem pengelolaan data administrasi kependidikan yang mampu mengakomodir berbagai keperluan. .Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin cepat ini, sudah barang tentu format administrasi pendidikan harus kapable
terhadap teknologi informasi saat ini.

b. Ruang lingkup pembahasan.
Bertolak dari pemikiran tersebut diatas, ditambah adanya kemajuan teknologi dan informasi yang bisa dimanfaatkan untuk mendukunya saat ini, kiranya perlu adanya sebuah pembakuan format administrasi pendidikan bagi satuan-satuan pendidikan di Indonesia. Format administrasi pendidikan yang dimaksudkan adalah mudah pengelolaannya, mudah pemahamannya dan bisa ditangani oleh tenagatenaga yang pas-pasan pengetahuan Teknik Informasinya (TI). Padahal sementara ini banyak institusi baik dari pemerintah maupun non pemerintah yang membutuhkan data pendidikan pada suatu lembaga pendidikan dengan berbagai macam format administrasi, sesuai kepentingan mereka.
Oleh karena itu dalam lingkup masalah ini, penmulis hanya membatasi dalam membahas
:
1. Format baku data administarsi kependidikan dan sistem pengelolaan data administrasi kependidikan
2. Pelayanan informasi data administasi kependidikan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

a. Pengertian Administrasi
Banyak pengertian administrasi yang dikemukanan oleh para ahli administrasi, ada pengertian adminitasi secara luas dan ada pengertian administrasi secara sempit, dan bahkan ada yang mengartikan sebagai proses sosial
Dalam pengertian yang luas menurut Musanef (1996:1) dalam bukunya Manajemen Kepegawaian di Indonesia menyebutkan bahwa administrasi adalah kegiatan sekelompok manusia melalui tahapantahapan yang teratur dan dipimpin secara efektif dan efisien, dengan menggunakan sarana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan Dalam implementasinya, administasi berkembang dan mempunyai tugas-tugas yang biasa disebut sebagai fungsi administrasi sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli seperti Henry Faysol, Harold Koontz, George R. Terry dan lain-lain, diantaranya adalah fungsi perencanaan, pengorganisasian sampai dengan fungsi pengawasan Salah satu bentuk rumusan pengertian adminitasi secara luas yang sederhana antara lain menyebutkan :bahwa administrasi adalah keseluruhan proses rangkaian pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terlibat dalam suatu bentuk usaha bersama demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
.           Meskipun rumusannya sederhana, pengertiannya tetap mempunyai cakupan yang luas, yaitu seluruh proses kegiatan yang berencana dan melibatkan seluruh anggota kelompok.
Sedangkan dalam pengertian sempit, sebagai yang dikemukakan oleh Soewarno Handayaningrat (1996:2), dalam bukunya “Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen” , administrasi adalah suatu
kegiatan yang meliputi catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan.
Selanjutnya, dalam makalah ini penulis mengartikan administrasi dalam pengertian sempit sebagai ketata usahaan. Meskipun sebenarnya antara administrasi dan ketatausahaan mempunyai arti yang jauh berbeda tetapi penulis yakin bahwa antara administrasi dengan ketatausahaan masih mempunyai keterkaitan yang sangat erat..

b. Pengertian Tata Usaha
Ada beberapa pengertian tentang Tata Usaha, tetapi kesemuanya hampir mempunyai kesamaan pengertian yang mengarah kepada pengaturan tulis menulis dan catat mencatat. Berikut beberapa pengertian tentang Tata Usaha

a)    Ditinjau arai asal kata
Tata Usaha terdiri dari dua kata, yaitu Tata” dan “Usaha” yang masing-masing kurang lebih mempunyai pengertian sebagai berikut Tata adalah suatu peraturan yang harus ditaati., dan Usaha ialah suatu usaha dengan mengerahkan tenaga, pikiran untuk mencapai suatu maksud. Jadi menurut arti kata, Tata Usaha adalah suatu aturan atau peraturan yang terdapat dalam suatu proses penyelenggaraan kerja.

b)    Dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah Tata Usaha ialah penyelenggaraan tulis menulis(keuangan dan sebagainya) di perusahaan, negara dan sebagainya, sedangkan penata usaha ialah orang-orang yang menyelenggarakan taha usaha.

c)     The Liang Gie dalam bukunya Administrasi Perkantoran Modern memberikan pengertian bahwa tata usaha ialah segenap rangkaian aktivitas menghimpun, mencatat, mengelola, mengadakan, mengirim dan menyimpan keterangan-keteranagn yang diperlukan dalam setiap usaha kerja.
Selanjutnya, dalam makalah ini tata usaha diberi pengertian sebagai aktivitas administrasi dalam arti sempit yaitu, kegiatan untuk mengadakan pencatatan dan penyusunan keterangan-keterangan sehingga keterangan-keterangan itu dapat digunakan secara langsung sebagai bahan informasi bagi pimpinan organisasi yang bersangkutan atau dapat dipergunakan oleh siapa saja yang membutuhkan.

c, Pengertian Pelayanan
Ada beberapa pengertian tentang Pelayanan, antara lain : Pelayanan merupakan serangkaian kegiatan, karena itu pelayananuga merupakan suatu proses. Sebagai proses, pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat (Munir, 2000; 17). Yang dimaksud pelayan umum adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang ditujukan guna memenuhi kepentingan orang banyak   Menurut Ahmad Batinggi (1999; 12) Pelayanan Umum dapat diartikan sebagai perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurus hal-hal yang diperlukan masyarakat/ khalayak umum. Dengan demikian, pelayanan yang baik dan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, mengikuti prosedur yang telah ditetapkan Masih banyak pengertian pelayanan yang dikemukakan oleh beberapa pakar, diantaranya Fandi Ciptono dan lain-lainnya.
Pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang baik yang dilakukan oleh suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta termasuk bidang ketata usahaan harus memuat beberapa aspek, antara lain :
  1. Keterbukaan, yaitu adanya informasi pelayanan yang berupa loket
informasi yang dimilikinya dan terpampang dengan jelas ;
  1. Kesederhanaan yaitu mencakup prosedur palayanan dan
persyaratan pelayanan
  1. Kepastian yaitu menyangkut informasi waktu, biaya dan petugas
pelayanan yang jelas ;
  1. Keadilan yaitu memberi perhatian yang sama terhadap pelanggan
tanpa adanya diskriminasi yang dapat dilihat dari materi atau
kedekatan seseorang ;
  1. Keamanan dan kenyamanan hasil produk pelayanan memenuhi
kualitas teknis dan dilengkapi dengan jaminan purna pelayanan
secara administrasi ;
  1. Perilaku petugas pelayanan menyenangkan pelanggan, yaitu harus tanggap dan peduli dalam memberikan pelayanan dengan tidak mempersulit pelanggan untuk mencari keuntungan pribadi.
   
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

a. Pembahasan
Dengan melihat latar belakang, ruang lingkup masalah serta membandingkan dengan berbagai pengertian administrasi dan pelayanan, banyak hal tentang administrasi data kependidikan di sekolah-sekolah yang masih perlu dibenahi sehingga memudahkan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat pengguna informasi kependidikan, maupun kepada siswa yang membutuhkan informasi atau dokumen kependidikan dirinya Dengan adanya teknologi informasi / komputer, selama ini setiap satuan pendidikan atau sekolah memiliki format data administrasi kependidikan dan sistem pengelolaan data adminitrasi kependidikan yang berbeda-beda. Begitu juga program aplikasi yang digunakan juga berbeda-beda, menurut kemampuan petugas pengelolanya. Beberapa sekolah ada yang mengelola data administasii kependidikannya dengan program aplikasi Excel, Word dan Acces(Microsoft Ofice), tetapi juga ada yang mengelola dengan program aplikasi dBase Visual atau Foxpro dan bahkan ada yang menggunakan My SQL. Demikian juga petugas pengelolanya juga berbeda-beda peranan dan jabatannya di sekolah. Ada petugas pengelola data administasii kependidikan dari staf Tata Usaha, ada yang berasal dari seorang guru yang dianggap mumpuni penguasaan komputernya
, tetapi juga ada yang berasal dari staf administrasi jurusan. Hal ini paling tidak menjadi hambatan dalam rangka tukar informasi antar sekolah atau dalam rangka memberikan pelayanan informasi tentang data administasii kependidikan seperti data kelembagaan, kurikulum, peralatan
maupun siswa dan keuangan. Belum lagi kalau melayani institusi yang membutuhkan data administasii kependidikan sesuai dengan kepentingan mereka seperti data siswa yang khusus berasal dari desa “X” karena akan diberi beasiswa, atau siswa dari keluarga kurang mampu, dan sebagainya Dari pihak-pihak yang berkopenten dan berwenang dibidang pendidikan seperti Depdiknas, Dinas Pendidikan Propinsi dan Dinas Pendidikan Kab/Kota, kelihatannya telah menyadari kondisi ini. Telah diujicobakan dan disosialisasikan sistem pengelolaan data administasii kependidikan dan format data administasii kependidikan melalui berbagai jenis pelatihan maupun workshop. Akan tetapi kurang mendapat respon baik dari sekolahsekolah dengan berbagai alasan. Banyak sekolah yang kurang bersedia memanfaatkan sistem tersebut, karena harus entry data ulang, juga kurang
kapable dengan kepentingan sekolah yang bersangkutan. Sebagai contoh, walaupun telah mengisi sistem pengelolaan data administasii kependidikan yang disosialisasikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Tengah , tetapi untuk
kepentingan Ujian Nasional sekolah masih harus mengisi PCPU yang didistribusikan ke sekolah-sekolah oleh Dinas yang sama.
Demikian juga format data administasii kependidikan dan sistem pengelolaan data administasii kependidikan yang menggunanan NISN sekolah masih harus memenuhi permintaan data siswa kelas III Dinas Pendidikan Kota sehubungan dengan Uji kompetensi, walaupun semua siswa kelas III telah mempunyaiu NISN, yang data administasii kependidikan sudah ada disana.
b. Kesimpulan
1. Agar sekolah dapat memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas akan kebutuhan data administasii kependidikan di sekolah yang bersangkutan, kepala masyarakat, sangat dibutuhkan adanya keseragaman format data administrasi kependidikan yang baku, yang mudah pengelolaanya, mudah pemahamannya serta yang paling penting kapable dengan program aplikasi yang selama ini digunakan oleh sekolah yang bersangkutan. Sudah barang tentu format data harus lengkap, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat penggunanya.
2. Disamping format data administasii kependidikan, juga sistem pengelolaan data administasii kependidikan yang menggunakan progrtam aplikasi uyang sudah familier dengan petugas-petugas pengelolanya. Kalau memang secara teknis harus menggunakan program aplikasi lain, seharusnya ada semacam pendidikan atau pelatihan cara mengkonversi sebuah data administasii kependidikan dari program aplikasi yang digunakanb sekolah ke program aplikasi yang digunakan dalam sistem pengelolaan data administasii kependidikan. Bukan sekedar pelatihan mengoperasikan sistemnya saja atau entry data saja..

3. Mengingat data administasii kependidikan sangat penting pernannya sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijaksanaan di bidang pembangunan pendidikan, maka yang paling penting adalah kejujuran dan kedisiplinan petugas pengelola/up date data di setiap satuan pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA

1. Soebroto, R. 1980. Pokok-pokok Pengertian Ilmu Taha Usaha, Jakarta :
    Balai Pembinaan Administrasi, Akademi Administrasi Negara
2. Ahmad Batinggi, 1999. Manajerial Pelayanan Umum. Universitas Terbuka,
    Jakarta
3 Ciptono F, 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Andi Offset.
   Yogyakarta
4 Munir, 2000. Manajemen Pelayanan Publik. Bina Aksara. Jakarta
5. Soewarno Handayaningrat, 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
   Manajemen. Gunung Agung. Jakarta

Rabu, 05 Desember 2012

makalah as salam & istishna



 BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang


Dengan semakin berkembangnya pembahasan tentang ekonomi Islam, tuntutan untuk memahami transaksi praktis yang terjadi dan sesuai dengan Islam pun terus meningkat. Maka dari itu kajian mengenai akad-akad yang digunakan dalam tranaksi Islam (Mu’amalah Islamiyah) terus digiatkan di berbagi universitas lewat program studi khusus maupun seminar-seminar. Walaupun fiqih mu’amalah telah dipelajari lansung dari kitab-kitab fiqih di berbagai pesantren, namun kajiannya secara ekonomi modern baru mulai belakangan ini.

Dari latar belakang yang telah dipaparkan tadi, penulis mengangkat judul pembahasan “Perbedaan antara jual beli salam dengan istisna’”. Dengan ini penulis bermaksud kita dapat memahami dua macam akad yang hampir mirip dari segi praktek. Dua akad ini terjadi ketika seseorang menginginkan suatu barang dengan karakteristik tertentu  untuk membelinya, sedangkan barang tersebut belum ada saat terjadi akad. Adakah akad seperti ini dalam Islam, bagaimana rukun dan syaratnya, inilah yang menjadi pembahasan kami dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah


Berasrkan latar belakang penulisan diatas dapat kita buat rumusan masalah sebagai berikut:
1)      Apa definisi dari jual beli salam dan istisna’
2)      Apa landasan syari’ah  kedua akad tersebut
3)      Apa rukun dan syarat kedua akad tersebut
4)      Apa perbedaan antara jual beli salam dan istisna’

C.    Tujuan Penulisan


Dengan adanya makalah ini penulis berharap bisa memberikan sumbangan terhadap kajian mu’amalah Islam sehingga bisa bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkan. Demikian juga penulis berharap bisa menambah pengetahuan penulis tentang tema yang penulis bahas ini langsung dari kitab-kitab yang ada.


BAB II

LANDASAN TEORI


Sebagaimana kita ketahui, syarat wajib sahnya suatu akad adalah adanya barang yang diperjual belikan. Sedangkan dalam memnuhi kebutuhannya, manusia terkadang tidak bisa menemukanya langsung tersedia. Maka saat itu seseorang akan memesan kepada orang lain untuk membuatkannya dalam bentuk pemesanan. Dia akan mengemukakan karekteristik barang yang diinginkan. Dengan begitu seseorang akan berhutang ketika melakukan jual beli. Atau si penjual berhutang barang yang belum ada saat terjadinya akad.

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Ayat ini menjelaskan ketika kita melakukan trnsaksi hutang, hendaklah ada pihak yang menctat untuk menhindari terjadinya perselisihan di kemudian hari.


BAB III

PEMBAHASAN


A.    Jual Beli Salam

1)      Pengertian


Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror  dan untung-untungan (spekulasi).

Bai’ salam adalah akad jual beli dimana barang yang diperjualbelikan masih belum ada dan akan diserahkan secara tangguh sementara pembayarannya dilakukan secara tunai di muka. Namun spesifikasi dan harga barang pesanan harus telah disepakati  di awal akad.

Akad salam adalah akad yang sering digunakan oleh perbankan syari’ah dalam bentuk pertukaran jual beli. Akad ini terjadi ketika bank melakukan pembiayaan kepada sebuah perusahaan manufaktur, petani , atau produsen barang lainnya. Biasanya pembiayaan ini dibatasi jangka waktu yang relative pendek. Bank akan bertindak sebagai pembeli dan produsen sebagai pembeli.

Dalam hal ini bank biasanya akan menjualnya lagi kepada pembeli kedua dengan akad salam.  Maka dalam praktiknya pembeli (nasabah) akan mengajukan spesifikasi barang yang diinginkan kepada bank. Kemudian bank akan memesan kan barang tersebut kepada produsen dalam bentuk pembiayaan. Maka disini kita kenal istilah Salam Paralel antara pembeli kedua, bank, dan produsen.

Akad salam menguntungkan kedua belah pihak yang melakukan transaksi, dan sangat jauh dari praktek riba. Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:

1.      Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.

2.      Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.


Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli, diantaranya:

1.      Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.
2.      Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama.

2)      Landasan Syari’ah


Akad bai’ salam  diperbolehkan dalam akad jual beli. Berikut penulis paparkan dalil-dalil (landasan syari’ah)yang terdapat dalam Al-Quran, Sunnah, dan pendapat ulama.
a.       Dalam surat Al-Baqarah ayat 282 Allah telah menjelaskan tata cara mu’amalah dalam hutang piutang.

Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar……

Dari ayat ini dapat kita pahami bahwa Allah telah membolehkan melakukan akad jual beli secara tempo. Maka hendaknya melakukan pencatatan untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.
Mujahid dan Ibnu Abbas berkata, ayat ini diturunkan oleh Allah untuk memberikan legalisasi akad salam yang dilakukan secara tempo, Allah telah memberikan izin dan menghalalkannya, kemudian Ibnu Abbas membacakan ayat tersebut (Ibnu Katsir, jilid I, hal. 500)

b.      Barang siapa melakukan salam, hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui” Hadits riwayat Imam BUkhari dari Ibnu Abbas merupakan dalil yang secara sharih menjelaskan tentng keabsahan jual beli salam.

Berdasrkan atas ketentuan dalam hadits ini, dalam praktik jual bei salam harus ditentukan spesifikasi barang secara jelas, baik dari sisi kualitas, kuantitas, ataupun waktu penyerahannya, sehingga tidak terjadi perselisihan.
c.       Sahabat Ibnu Abbas r.a berkata:  Saya bersaksi bahwa jual-beli As Salaf yang terjamin hingga tempo yang ditentukan telah dihalalkan dan diizinkan Allah dalam Al Qur'an, Allah Ta'ala berfirman (artinya): "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak dengan secara tunai, untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya." (Riwayat As Syafi'i, At Thobary, Abdurrazzaq, Ibnu Abi Syaibah, Al Hakim dan Al Baihaqy, dan dishohihkan oleh Al Albany)

d.      Kesepakatan ulama (ijma) akan diperbolehkannya jual beli salam dikutip dari pernyataan Ibnu Munzir yang mengatakan bahwa, semua ahli ilmu telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan. (Zuhaili, 1989, hal. 568)

3)      Rukun dan Syarat jual beli Salam

Walau demikian, sebagaimana dapat dipahami dari hadits di atas, jual-beli salam memiliki beberapa ketentuan (persyaratan) yang harus diindahkan. Persyaratan-persyaratan tersebut bertujuan untuk mewujudkan maksud dan hikmah dari disyari'atkannya salam, serta menjauhkan akad salam dari unsur riba dan ghoror (untung-untungan/spekulasi) yang dapat merugikan salah satu pihak. Dalam jual beli salam, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
a.       Pembeli (muslam)
b.      Penjual (muslam ilaih)
c.       Modal / uang (ra’sul maal)

Modal mempunyai syarat tertentu pula, yaitu:
-          Jelas spesifikasinya, baik jenis, kualitas, dan jumlahnya.
-          Harus diserahkan saat terjadinya akad.
d.      Barang (muslam fiih).
Barang yang menjadi obyek transaksi harus telah terspesifikasi secara jelas dan dapat diakui sebagai hutang.

Sedangkan syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a.       Pembayaran dilakukan dimuka (kontan)
b.      Dilakukan pada barang-barang yang memiliki criteria jelas
c.       Penyebutan criteria barang dilakukan saat akad dilangsungkan
d.      Penentuan tempo penyerahan barang pesanan
e.       Barang pesanan tersedia pada saat jatuh tempo
f.       Barang Pesanan Adalah Barang yang Pengadaannya Dijamin Pengusaha

B.     Jual Beli Istishna’

1)      Pengertian

Istishna’ adalah jual beli  dimana barang yang diperjualbelikan masih belum ada dan akan diserahkan secara tangguh sementara pembayarannya dilakukan secara angsuran. Namun spesifikasi dan harga barang pesanan harus telah disepakati  di awal akad.

Akad Istishna'  ialah akad yang terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yang disepakati antara keduanya. (Badai'i As shanaai'ioleh Al Kasaani 5/2 & Al Bahrur Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6/185)

2)      Hukum akad Istishna’


Ulama' fiqih sejak dahulu telah berbeda pendapat dalam permasalahan ini ke dalam dua pendapat:
Pendapat pertama: Istishna' ialah akad yang tidak benar alias batil dalam syari'at islam. Pendapat ini dianut oleh para pengikut mazhab Hambali dan Zufar salah seorang tokoh mazhab Hanafi. 

Ulama' mazhab Hambali melarang akad ini berdalilkan dengan Hadits Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu:
"Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, An Nasa'i, At Tirmizy, Ibnu Majah, As Syafi'i, Ibnul Jarud, Ad Daraquthny, Al Baihaqy 8/519 dan Ibnu Hazem)

Pada akad istishna' pihak ke-2 yaitu produsen telah menjual barang yang belum ia miliki kepada pihak pertama, tanpa mengindahkan persyaratan akad salam. Dengan demikian, akad ini tercakup oleh larangan dalam hadits di atas. (Al Furu' oleh Ibnu Muflih 14/18 & Al Bahrur Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6/185.)

Sebagaimana mereka juga beralasan: Hakikat istishna' ialah menyewa jasa produsen agar ia mengolah barang miliknya dengan upah yang disepakati. (Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/114)

Pendapat kedua: Istishna' adalah salah satu bentuk akad salam, dengan demikian akad ini boleh dijalankan bila memenuhi berbagai persyaratan akad salam. Dan bila tidak memenuhi persyaratan salam, maka tidak dibenarkan alias batil. Ini adalah pendapat yang dianut dalam mazhab Maliki & Syafi'i.
Ulama' yang berfatwa dengan pendapat kedua ini berdalilkan dengan dalil-dalil yang berkaitan dengan akad salam. Bila demikian adanya, berdasarkan pendapat ke dua ini, maka dapat disimpulkan bahwa bila pihak 1 (pemesan) tidak mendatangkan bahan baku, maka berbagai persyaratan salam harus dipenuhi.
Akan tetapi bila pihak 1 (pemesan) mendatangkan bahan baku, maka yang terjadi adalah jual/sewa jasa dan bukan salam, maka berbagai persyaratan pada akad sewa jasa harus dipenuhi, diantaranya yang berkaitan dengan tempo pengerjaan, dan jumlah upah.

Pendapat ketiga: Istishna' adalah akad yang benar dan halal, ini adalah pendapat kebanyakan ulama' penganut mazhab Hanafi dan kebanyakan ulama' ahli fiqih zaman sekarang. (Al Mabsuth oleh As Sarakhsi 12/138, Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/114, & Al Bahrur Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6/185, Suq Al Auraaq Al Maaliyah Baina As Sayari'ah Al Islamiyyah wa An Nuzhum Al Wad'iyyah oleh Dr Khursyid Asyraf Iqbal 448

3)      Landasan Syari’ah


Dalil pertama: Keumuman dalil  yang menghalalkan jual-beli, diantaranya firman Allah Ta'ala:
"Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (Qs. Al Baqarah: 275)
Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat lagi shahih alias valid.

Dalil kedua: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memesan agar dibuatkan cincin dari perak.

Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu 'anhu, pada suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menuliskan surat kepada seorang raja non arab, lalu dikabarkan kepada beliau: Sesungguhnya raja-raja non arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel, maka beliaupun memesan agar ia dibautkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau." (Riwayat Muslim)

Dalil ketiga:
 Sebagian ulama' menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara de facto telah bersepakat alias merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna' adalah akad yang dibenarkan dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat atau ulamakpun yang mengingkarinya. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk melarangnya.

Dalil keempat: Para ulama' di sepanjang masa dan di setiap mazhab fiqih yang ada di tengah umat Islam telah menggariskan kaedah dalam segala hal selain ibadah:
"Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya."
Dalil kelima: Logika; banyak dari masyarakat dalam banyak kesempatan membutuhkan kepada suatu barang yang spesial, dan sesuai dengan bentuk dan kriteria yang dia inginkan. Dan barang dengan ketentuan demikian itu tidak di dapatkan di pasar, sehingga ia merasa perlu untuk memesannya dari para produsen. Bila akad pemesanan semacam ini tidak dibolehkan, maka masyarakat akan mengalamai banyak kesusahan. Dan sudah barang tentu kesusahan semacam ini sepantasnya disingkap dan dicegah agar tidak mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.

Dalil keenam: Akad istishna' dapat mendatangkan banyak kemaslahatan dan keuntungan, dan tidak mengandung unsur riba, atau ketidak jelasan/spekulasi tinggi (gharar) dan tidak merugikan kedua belah pihak. Bahkan sebaliknya, kedua belah pihak merasa mendapatkan keuntungan. Dengan demikian setiap hal yang demikian ini adanya, sudah sepantasnya untuk diizinkan dan tidak dilarang.

4)      Syarat dan Rukun Istishna’


Dengan memahami hakekat akad istishna', kita dapat pahami bahwa akad istishna' yang dibolehkan oleh Ulama' mazhab Hanafi memiliki beberapa persyaratan, sebagaimana yang berlaku pada akad salam diantaranya:

1. Penyebutan & penyepakatan kriteria barang pada saat akad dilangsungkan, persyaratan ini guna mencegah terjadinya persengketaan antara kedua belah pihak pada saat jatuh tempo penyerahan barang  yang dipesan.

2. Tidak dibatasi waktu penyerahan barang. Bila ditentukan waktu penyerahan barang, maka akadnya secara otomastis berubah menjadi akad salam, sehingga berlaku padanya seluruh hukum-hukum akad salam, demikianlah pendapat Imam Abu Hanifah. Akan tetapi kedua muridnya yaitu Abu Yusuf, dan Muhammad bin Al Hasan menyelisihinya, mereka berdua berpendapat bahwa tidak mengapa menentukan waktu penyerahan, dan tidak menyebabkannya berubah menjadi akad salam, karena demikianlah tradisi masyarakat sejak dahulu kala dalam akad istishna'. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk melarang penentuan waktu penyerahan barang pesanan, karena tradisi masyarakat ini tidak menyelisihi dalil atau hukum syari'at. (Al Mabsuth oleh As Sarakhsi 12/140 & Badai'i As Shanaai'i oleh Al Kasaani 5/3)

3. Barang yang dipesan adalah barang yang telah biasa dipesan dengan akad istishna'. Persyaratan ini sebagai imbas langsung dari dasar dibolehkannya akad istishna'. Telah dijelaskan di atas bahwa akad istishna' dibolehkan berdasarkan tradisi umat Islam yang telah berlangsung sejak dahulu kala. Dengan demikian, akad ini hanya berlaku dan dibenarkan pada barang-barang yang oleh masyarakat biasa dipesan dengan skema akad istishna'. Adapun selainnya, maka dikembalikan kepada hukum asal (Badai'i As Shanaai'i oleh Al Kasaani 5/3, Fathul Qadir oleh Ibnul Humamm 7/115 & Al Bahru Ar Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6//185)

Akan tetapi, dengan merujuk dalil-dalil dibolehkannya akad istishna' yang telah saya sebutkan, maka dengan sendirinya persyaratan ini tidak kuat. Betapa tidak, karena akad istishna' bukan hanya berdasarkan tradisi umat islam, akan tetapi juga berdasarkan dalil dari Al Qur'an dan As Sunnah. Bila demikian adanya, maka tidak ada alasan untuk membatasi akad istishna' pada barang-barang yang oleh masyarakat biasa dipesan dengan skema istishna' saja.



C.    Perbedaan Jual beli Salam dan Istishna’


SUBJEK
SALAM
ISTISHNA
ATURAN & KETERANGAN
Pokok Kontrak
Muslam Fiih
Mashnu’
Barang Di Tangguhkan Dengan Spesifikasi
Harga
Dibayar Saat Kontrak
Bisa Saat Kontrak, Bias Di Angsur, Bias Di Kemudian Hari
Cara Penyelesaian Pembayaran Merupakan Perbedaan Utama Antara Salam Dan Istishna
Sifat Kontrak
Mengikat Secara Asli
Mengikat Secara Ikutan
Salam Mengikat Semua Pihak Sejak Semula, Sedangkan Istishna Menjadi Pengikat Untuk Melindungi Produsen Sehingga Tidak Ditinggalkan Begitu Saja Oleh Konsumen Secara Tidak Bertanggung Jawab
Kontrak Pararel
Salam Pararel
Istishna’ Pararel
Baik Salam Pararel Maupun Istishna Pararel Sah Asalkan Kedua Kontrak Secara Hokum Terpisah

DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Zainul dkk. 2007. Pengantar Fiqih Mu’amalah. Bogor: LPPM Tazkia

file:///G:/tugas%20fiqh%20muammalah/599-jual-beli-salaam.html

file:///H:/fiqh%20muamalah/600-akad-istishna.html

Hidayat, Mohamad. 2010. An Introduction to THE SHARIA ECONOMIC. Jakarta: Zikrul Hakim